Situs Batujaya
Situs Batujaya terletak wilayah Karawang Jawa Barat + 45 km di sebelah timur kota Jakarta. Situs Batujaya secara umum memiliki peninggalan arkeologi, dilahan yang seluas sekitar 5 km persegi, berada pada lahan-lahan persawahan serta sebagian kecil yang terletak disekitar pemukiman. Tidak jauh dari lokasi Situs terdapat Sungai anak Citarum.
Penanggalan situs berdasarkan temuan stupika tablet di candi ini dapat diketahui berasal dari abad VI-VII M. Bahkan dengan menggunakan carbondating pada tahun 2001 memberikan hasil penanggalan lebih tua lagi yakni antara 150 - 400 M. Dengan demikian candi yang terletak di Situs Batu merupakan Candi tertua yang ada di Indonesia.
Situs Batujaya ditemukan pada tahun 1985 setelah ada laporan dari masyarakat setempat. Serangkaian penelitian dan penanganan peninggalan budaya tersebut hingga tahun 2006 telah tercatat sebanyak 24 bangunan kuno yang masih dalam bentuk Unur, atau gundukan tanah yang didalamnya terdapat reruntuhan bangunan kuno, diduga berupa candi. (Pada kunjungan dsaya terakhir, maret 2010 penduduk memperkirakan sudah ditemukan 26 bangunan yang masih berbetuk Unur).
Ciri-ciri yang tampak pada sejumlah bangunan yang digali menampilkan sejumlah bentuk profil, bentuk relung, serta sejumlah bagian bangunan yang merupakan bangunan candi. Hingga kini dari sekitar 24 sisa bangunan yang ada, baru 4 buah tengah ditangani, 2 bangunan telah selesai dipugar.
Nama-nama bangunan yang ada disesuaikan dengan nama yang diberikan oleh masyarakat setempat, seperti Candi Jiwa dan Candi Blandongan atau dengan nama desa tempat bangunan tersebut berada, seperti bangunan Segaran untuk bangunan yang ditemukan diwilayah Segaran, Telagajaya untuk bangunan yang ditemukan di wilayah Telagajaya.
Dekat dari unur-unur tersebut biasanya terdapat cekungan tanah yang dikenal dengan nama kobak (kolam), letaknya agak lebih rendah dibandingkan dengan daerah sekitar. Ukuran cekungan tersebut bervariasi, mulai dari 5 m x 5m hingga 25 m x 25 m. Pada Musim penghujan cekungan tersebut tergenang air. Cekungan-cekungan tersebut ada kaitannya dengan keberadaan bangunan itu sendiri.
Gambaran umum beberapa unur (candi) di Situs Batujaya adalah sebagai berikut :
Candi Jiwa
Bangunan Segaran 1 atau dikenal juga dengan nama Candi Jiwa terletak di Desa Segaran, Kecamatan Batujaya, berjarak sekitar 200 m kearah barat dari jalan Kaliasin. Badan bangunan ini masif, tidak memiliki ruangan., ber ukuran 19 m x 19 m dan tinggi 4,7 m, dengan orientasi kearah tenggara baratlaut. Pada bagian kakinya terdapat profil bangunan berbentuk pelipit rata (patta) dan pelipit penyangga (uttara) serta pelipit setengah lingkaran (kumuda).
Candi Jiwa pada bagian fondasi bangunan tidak ditemukan tanda adanya bekas pintu. Pada permukaan atas bangunan membentuk pola yang melingkar dengan diameter sekitar 6 m. gejala ini menimbulkan pertanyaan apakah susunan bata melingkar itu merupakan bagian dari stupa atau merupakan bentuk lapik dari sebuah teras. Di bagian permukaan atas, pada keempat sisinya menampakkan permukaan yang bergelombang yang seolah-olah sengaja dibuat. Tidak tampak tanda adanya bagian atau komponen bekas atap bangunan.
Susunan bata bangunan candi terdiri dari dua lapis, lapisan bagian luar dan dalam, sehingga diduga bahwa bangunan dibangun dua kali atau mungkin pernah diperluas atau diperbesar. Sementara itu pada keempat sisinya ditemukan bekas-bekas relung masing-masing dengan pasti apakah dahulunya relung-relung tersebut merupakan tempat menempatkan arca.
Pada saat ini bangunan candi Jiwa telah selesai dipugar sesuai dengan bentuk aslinya saat ditemukan. Sekelilingnya telah diberi pagar besi. Pada tahun 2008 Candi Jiwa telah menjadi pusat perayaan Bhakti waisak umat Buddha dari Propinsi Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten.
Candi Blandongan
Bangunan Segaran V atau penduduk setempat lebih mengenal dengan sebutan Candi Blandongan, terletak di Desa Segaran, Kecamatan Batujaya. keseluruhan candi merupakan salah satu yang terbesar bila dibandingkan dengan unur-unur yang lainnya.
Penelitian terhadap bangunan Candi Blandongan ini pertama kali dilakukan pada tahun 1992 s.d. 1998. Pada saat itu telah berhasil menampakkan denah berbentuk bujursangkar. Tangga naik terletak di sisi timurlaut, tenggara, barat daya dan barat laut bangunan. Disisi kiri kanan tangga naik terdapat pipi tangga. Bangunan bata ini pada umumnya telah mengalami kerusakan, disebabkan factor usia tetapi masih ada bagian yang menjadi rujukan dalam pemugaran. Anak tangga dilapisi dengan batu andesit yang dibentuk dan berukuran sama dengan ukuran batat (8x15x40 cm). Pada tangga naik teratas terdapat ruang. Ruang ini berukuran 2 m x 2,3 m berfungsi sebagai pintu menuju bagian dalam halaman candi. Lantai ruangan ini dilapisi dengan batu kerikil yang dicampur dengn semacam adonan lepa yang berwarna putih dan dicampur dengan bubukan kerang.
Tinggi bangunan candi Blandongan yang masih tersisa sekitar 3,5 m. Denah bagian luar bangunan berukuran 24,2 m x 24,2 m. Denah luar bagunan ini merupakan denah tembok keliling halaman sebuah bangunan candi yang merupakan sutu kesatuan dengan bangunan intinya. Tembok keliling bangunan ini terbuat dari bata dengan ketebalannya sekitar 1,75 m. Bagian luar tembok keliling ini terdapat hiasan-hiasan pelipit datar, pelipit kemuda, pelipit sisi genta dan hiasan kerucut terpotong.
Dinding luar tembok keliling ini mungkin dahulunya dilapisi dengan lepa yang berwarna putih, karena sisa-sisa lepa dapat ditemukan dibeberapa tempat, misalnya pada bagian bawah pelipit kemuda dengan ketebalan sekitar 0,5 cm. Dibagian luar tembok keliling denahnya tidak luas, tetapi terdapat penampil berukuran 1,5 m menjorok ke luar sekitar 40 cm, terletak diantara tangga naik dan sudut bangunan. Sudut luar bangunan juga menjorok ke luar sekitar 50 cm seperti bentuk bastion sebuah benteng.
Pada bagian dalam tembok keliling terdapat halaman yang dibuat dari bata dilapisi dengan kerikil yang diaduk denganadoanan lepa berwarna putih. Karena termakan usia , lapisan ini sudah terkikis dan yang tampak adalah lantai bata. Lapisan kerikil ini masih tersisa dekat dengan sudut selatan halaman. Selain itu terdapat dua buah batu andesit yang permukaannya datar. Tepat di tengah halaman terdapat bangunan inti. Bangunan inti kini hanya menyisakan bagian kaki yang denahnya bujursangkar dengan ukuran 9,2 m x 9,2 m. Sudut-sudutnya menonjol seperti bastion pada sebuah benteng. Permukaan atasnya sudah rusak terdapat semacam saluran air pada masing-masing sudut.
Sejak pertama kali penelitian sejak 1996 hingga sekarang (saat pemugaran) berhasil ditemukan sejumlah benda-benda suci yang biasa digunakan pada upacara keagamaan. Benda-benda tersebut ditemukan pada relung di sisi baratdaya bangunan, berupa amulet dari bahan tanah liat yang dibakar, tertera mantera-mantera dan penggambaran tokoh dalam Agama Budha.
Tinggi bangunan candi Blandongan yang masih tersisa sekitar 3,5 m. Denah bagian luar bangunan berukuran 24,2 m x 24,2 m. Denah luar bangunan ini merupakan denah tembok keliling halaman sebuah bangunan candi yang merupakan satu kesatuan dengan bangunan intinya. Tembok keliling bangunan ini terbuat dari bata dengan ketebalan 1,75 m.
Berdasarkan pengamatan pada fisik bangunan, ada usaha untuk menata bangunan yang sudah rusak. Gejala ini tampak dari tekhnik penyusunan bata, ada yang diletakan ada pula yang ditumpuk. Bata yang diletakan menunjukkan keaslian bangunan.
Penanggalan situs berdasarkan temuan stupika tablet di candi ini dapat diketahui berasal dari abad VI-VII M. Bahkan dengan menggunakan carbondating pada tahun 2001 memberikan hasil penanggalan lebih tua lagi yakni antara 150-400 M. Bangunan Candi Blandongan sekarang ini masih dipugar (tahap akhir) oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang, Propinsi Banten.
Sejarah Situs Batujaya
Sejarah Indonesia kuno telah mencatat bahwa peradaban yang mula-mula muncul di Indonesia adalah peradaban bercorak Agama Hindu, yang berlangsung di dua pusat yaitu di Jawa Barat dan Kalimantan Timur. Dari prasasti-prasasti yang paling awal yang ditemukan di wilayah Jawa Barat, meskipun tidak menyebutkan angka tahun yang lengkap, dapat diketahui bahwa kerajaan yang pertama kali berkembang diwilayah ini adalah kerajaan Tarumanegara yang berdiri sekitar abad ke IV Masehi. Prasasti-prasasti tertua yang menyebutkan keberadaan Prasati Ciaruteun, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Lebak, Prasasti pasir Jambu (Koleangkak) dan Prasati Pasir Awi.
Prasasti Tugu ditemukan di kampung Batutumpu, Desa tugu kecamatan Tarumajaya Kabupaten Bekasi. Transkipsi prasati Tugu :
Pura rajadhirajena guruna, Pinabahuna Khata Khyata, Puri prapya Candrabhagaenavam yayau, Pravarddharmana Dvavinsad Dvavinsad.
Dhvajabhutena Crimata purnavarmmana caitrasukla, Trayodsyam dinais siddhaikadhvin sakali, Ayata sastrasahasrena dhanusam sasatena ca, Dyayinsena nadi ramya gomati nirmaladaka, Vhrahmanairgga sahasrena prayati krtadaksina.
Terjemahan :
(Raja Purnawaran yang bijaksana berhasil membuat dua sungai (kali), yaitu Candrabhaga dan Gomati hingga mengalir ke laut, dengan panjang ± 6.122 tumbak, dimulai tanggal 8 paro-petang bulan caitra (±21 hari). Selamatnya dengan menghadiahkan 100 ekor sapi).
Prasasti-prasasti itu berdasarkan ukuran batunya, dapat diketahui dibuat disitu. Sedangkan dari gaya tulisan dan bahasa prasasti berasal dari kurun waktu abad V Masehi. Tulisan menggunakan huruf Pallawa dengan Bahasa Sansekerta. Adanya penggunaan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa merupakan bukti bahwa pada masa itu telah terjadi kontak budaya antara Tarumanagara dengan kerajaa-kerajaan di India.
Dilokasi Situs batujaya hingga tahun 1993 telah ditemukan candi berjumlah 24 buah. (terakhir pada mei 2010 sudah ditemukan 26 bangunan masih dalam bentuk unur dan dimungkinkan masih banyak lagi). Selain itu di wilayah pantai utara Karawang terdapat pula pusat percandian yaitu di situs Cibuaya, di Desa Cibuaya dengan temuan candi berjumlah 6 buah bangunan. Dapat dibayangkan bahwa pada masa lampau di wilayah (Karawang dan sekitarnya) ipernah ada suatu komonitas yang cukup besar jumlahnya dan memiliki kemampuan tekhnologi yang cukup tinggi sehingga mampu menciptakan sejumlah besar bangunan yang terbuat dari material bata, tentunya sebelum membangun, masyarakat setempat harus menguasai tekhnologi pembuatan bata, baik tentang pemilihan bahan baku, proses pembuatan hingga pembakaran pada suhu cukup tinggi. Disamping itu di daerah kecamatan Perwakilan Cibuaya pada tahun 1952-1957 juga pernah ditemukan 2 buah arca Wisnu.
Menurut penelitian secara ikonografinya diduga bahwa kedua arca tersebut berasal dari abad ke VII-VIII. Selanjutnya pada tahun 1975 ditemukan fragmen arca Wisnu yang lain yang diduga juga sejaman dengan kedua arca tersebut. Kehadiran sejumlah besar bangunan yang mempunyai cirri-ciri budaya Budha di situs Batujaya dan Hindu di situs Cibuaya itu sendiri merupakn hal penting dalam sejarah kebudayaan Indonesia, karena dapat dikatakan bahwa telah berkembang masyarakat yang menganut agama Hindu dan Budha pada abad ke V-VIII di wilayah Jawa Barat.
Hubungan antara kawasan percandian Situs Batujaya dengan Kerajaan Tarumanagara didasarkan atas tafsiran salah satunya isi prasasti Tugu tersebut, bahwa Kerajaan Tarumanagara wilayah kekuasaan meliputi (masa pemerintahan Raja Purnawarman) setidak mencakup sebagian besar wilayah Jawa Barat dan Banten. Apabila perkiraan ini benar adanya, maka Situs Batujaya merupakan komplek percandian yang masuk dalam kategori tua di Indonesia (untuk sementara tertua di Indonesia, yang diperkirakan dibangun sejak abad ke 4 Masehi).
Kerajaan Tarumanagara pada akhir abad ke 8 M mulai mengalami kemunduran. Hal ini diperkuat oleh berita Cina bahwa sesudah Tahun 669 M, Kerajaan To-lomo tidak mengirim utusan ke Cina lagi. Dengan mundurnya Kerajaan Tarumanagara dan muncul 2 kerajaan baru yang semula merupakan kerajaan bawahan, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh yang berkembang pada masa yang bersamaan (abad VII). Kerajaan Sunda daerah kekuasaannya disebelah Timur Sungai Citarum. Selama pergeseran politik dari lenyapnya Tarumanagara dan munculnya Galuh dan Sunda tidak banyak berubah dalam kehidupan keagamaan.
Penelitian tahun 2005 yang merupakan bagian integral dalam penelitian arkeologi di situs Batujaya menunjukkan bahwa okupasi lahan di areal situs Batujaya diketahui telah dilakukan sejak periode Tembikar Buni (Buni Pottery Complex) dan terus berlangsung hingga periode Kerajaan Sunda di Jawa Barat. Ekskavasi pada beberapa lokasi terpilih berhasil menemukan sejumlah kerangka manusia beserta bekal kuburnya yang semuanya menunjukkan bahwa mereka adalah para pendukung kompleks Tembikar Buni. Selain itu ditemukan pula fragmen-fragmen tembikar Arikamedu (India) berada pada lapisan yang sama dengan fragmen-fragmen tembikar Buni termasuk sisa-sisa kerangka manusianya.
Budaya dan Religi
Situs Batujaya yang berlatar Agama Buddha dengan tinggalannya berupa percandian sebanyak 24 buah dikawasan seluas 5 km ini kini tertata dengan baik. Sehingga banyak menarik perhatian masyarakat dan telah menjadi objek wisata yang sering dikunjungi baik dari kalangan pelajar, mahasiswa, maupun masyarakat yang bertujuan ingin mengetahui situs ini. Disamping itu, situs Batujaya telah banyak dijadikan sebagai objek penelitian di bidang kebudayaan, sejarah dan pariwisata.
Baru-baru ini pada tanggal 1 Juni 2008 umat Buddha dari propinsi Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten menyelenggarakan perayaan Puja Bhakti Waisak ke 2552 BE atau tahun 2008 untuk mengenang kembali perjuangan Bodhisatva Sidharta dalam mencapai kesempurnaan hidup menjadi Buddha di pelataran Candi Jiwa dan Candi Blondongan,di situs Batujaya.
Untuk melengkapi keperluan para wisatawan baik dalam dan luar negeri, Pemerintahan Propinsi Jawa Barat melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Barat telah membangun Site Museum Batujaya secara permanen, terletak ditepi jalan Desa Segaran atau ± 200 meter sebelah selatan Candi Jiwa. Disamping untuk keperluan wisatawan, gedung ini untuk menyimpan dan sekaligus memamerkan temuan-temuan artefaktual. Koleksi yang dipamerkan di museum ini berjumlah ± 165 buah artefak berupa keramik, gerabah, fosil tulang binatang, dan fosil tumbuhan, replica kepala arca manusia dan binatang, manik-manik kaca dan tanah liat (terakota), bernagai bentuk bata. Disamping itu juga dipamerkan buku-buku yang berisi kepurbakalaan Situs Batujaya. (*)
Disadur dan disarikan dari :
Buklet Situs Batujaya, Kabupaten Karawang – Propinsi Jawa Barat, Penyusun Dra. Heni Fajria Rif’ati – Drs. Eddy Sunarto, Penyunting/Editor Dra. Wana Sundari. Pemda Jabar - Dinas Kebudayaan dan Parawisata.
Posting Komentar untuk "Situs Batujaya"