Pengaruh Cirebon
Setelah penyatuan Galuh dengan Sunda ibukota pemerintahan sering berpindah-pindah dari barat (Pakuan) ke timur (Kawali dan sekitarnya) dan sebaliknya. Sehubungan Ibukota kerajaan pajajaran pindah ke Pakuan, maka Jayade wata atau Sri Baduga Maharaja menunjuk Jayaningrat, salah seorang putra Dewa Niskala untuk menjadi raja di Galuh. Pa da masa itu Cirebon masih termasuk wilayah Galuh, dibawah pengawasan Arya Kiban, Bupati Galuh, yang ditempatkan di Palimanan. Kemudian pada masa Surawisesa Raja Pajajaran terjadi perang Pajajaran dengan Cirebon yang dibantu Banten dan Demak, berlangsung hingga lima tahun, karena pasukan gabungan Cirebon tidak berani naik ke darat, sedangkan dipihak lain Pajajaran tidak memiliki armada laut yang kuat. Cirebon hanya berhasil menguasai kota pelabuhan. Pertempu ran Pajajaran dengan Cirebon menurut Carita Parahyangan terjadi 15 kali.
Di front timur Jayaningrat menganggap kekuasaan Paku an sudah mulai melemah. Namun masih beranggapan, bahwa secara Histori Cirebon berada dibawah Galuh. oleh karenanya ia berkirim surat kepada Syarif Hidayat, agar membayar upeti kepada Galuh, dengan ancaman akan digempur. Syarif Hida yat menolak dan segera memberitahukan Fadillah Khan untuk membawa pasukan Demak guna melindungi Pakungwati. Serangan Galuh dilakukan pada tahun 1528, terjadi pertempuran di dekat Gunung Gundul. Namun pasukan Kuningan yang diserahi tanggung jawab untuk menghadang serangan Galuh tidak mampu menahan gempuran Galuh, untuk kemudian melarikan diri ke Pakungwati. Dari arah Pakungwati tibalah pasukan besar dibawah pimpinan Pangeran Cakrabuana (Walangsung).
Pasukan Cirebon dibantu pasukan demikian yang membawa meriam. Oleh karenanya pasukan Galuh menjadi tidak berdaya. Akhirnya pada tahun 1528 pasukan Galuh berhasil dikalahkan dalam pertempuran di gunung Gundul Palimanan. Sisa-sisa kekuatan Galuh kemudian mundur dan menghim pun kekuatan di Talaga. Penguasa Talaga pada masa itu ada lah Sunan Parung Gangsa atau Prabu Pucuk Umum Talaga, cucu dari Sri Baduga Maharaja dari putranya Munding Surya Ageung. Di Talaga berkumpul pula Jayaningrat, Arya Kiban, Jayasamara. Kisah pertempuran Pangeran Cakrabuana dengan Jayaningrat serta pertempu ran dengan Arya Kiban.
Didalam Babad Cirebon yang disusun oleh P.S. Sulendra ningrat (hal, 81) dijelaskan, bahwa Jayaningrat menghilang setelah ditangkap Cakrabuana. Kisah tersebut diuraikan sebagai berikut :
Sang Prabu cepat melesat ke angkasa lalu bersembunyi di mega hitam. Ki Kuwu (Cakrabuana) berjumpa di hadapannya. Sang Prabu lalu turun ditangkap tapi tidak tertangkap. Sang Prabu lalu melenyapkan diri secepatnya, hanya tinggal suara nya saja. “Hai Cakrabuana, kelak di akhir jaman pembalasan ku kepada keturunan engkau di jajah orang. Pada waktu itu lah harus berhati-hati”. Ki Kuwu mendengar suara itu lalu menjawab, : “kelak berani, nanti berani, sekarang berani, ka pan saja berani.” Pangeran Cakrabuana lalu pulang.
Babad Cirebon menceritakan pula tentang Arya Kiban yang di kalahkan Pangeran Cakrabuana, sebagai berikut :
Diceritakan yang sedang berkelahi Dipati Keban dengan Pangeran Dipati Kuningan, sedangnya dorong mendorong ban ting membanting lempar melempar, naik gunung turun gu nung, Pangeran Kuningan terserempet oleh pohon menjalar yang bernama oyong karenanya ia jatuh ke tanah, dan cepat Sang Kiban menubruknya. Jeng Pangeran tidak berdaya na mun segera datanglah Ki Kuwu sambil menghunus Golok Cabang, disabetkan kepada lehernya Sang Kiban, untuk ia masih dapat menghindar dan cepat berlari, panas yang pribawa ia merasa tidak tahan. Sang Kiban lalu merekayangan masuk kedalam Gunung Gundul sambil meninggalkan suara, “Hai Kuwu, kelak pada jaman akhir keturunan engkau negara nya ada yang menjajah pada waktu itu adalah pembalasan ku.” Ki Kuwu segera menjawab, “Kelak berani, nanti berani, sekarang berani, kapan berani.”
Didalam rintisan penelusuran masa silam sejarah Jawa Barat (1983-1984), dijelaskan tentang adanya pengumpulan kekuatan Galuh di Talaga. Cirebon menghentikan sementara serangannya ke Talaga, karena pada tahun 1529 Cakrabuana (Walangsungsang) wafat. Pada tahun berikutnya serangan ke Talaga dilakukan, maka pada tahun 1530 Talaga dapat dika lahkan dan Talaga menjadi bawahan Cirebon. Dari versi manapun sepakat, generasi berikutnya penguasa Talaga, yakni Sunan Wanapeurih memeluk agama Islam. Untuk kemudian kerajaan ini berada dibawah Cirebon. Kekalahan Galuh disebabkan kurang matangnya persiapan perang dan minimnya peralatan perang yang dimiliki. Banyak sejarawan yang menyatakan bahwa Kerajaan Galuh runtuh dalam pertempuran dua kali, yakni pada 1528 di gunung Gundul Palimanan dan tahun 1530 dihancurkan di Talaga. Dengan demikian berakhir lah kerajaan Galuh yang didirikan Wretikandayun pada tahun 612 masehi.
Posting Komentar untuk "Pengaruh Cirebon"